Kamis, 19 November 2009

Kebakaran di Ujung Genteng

by Made Teddy Artiana, S. Kom

MTA PHOTOGRAPHY
[karena manusia mulia dan hidupnya berharga]
teddyartiana_photography@yahoo.com



Berangkat dari rumah jam 06.00 WIB dan tiba dilokasi, tepat pukul 11.30 WIB. Akhirnya kami kembali bisa menginjakkan kaki dibumi(tepatnya diatas pasir), setelah lima setengah jam berayun-ayun dalam sebuah benda bernama mobil.

“Sebelum make up kita makan siang dulu Mas”, kata Radja & Dini (bukan nama sebenarnya) kepadaku dan team. Setelah pindah temat dua kali, kami akhirnya masuk kesebuah rumah makan seafood yang kami rasa cukup representative. Bentuknya unik. Paduan serasi dari bambu, gedek dan jerami. Tapi setelah masuk kedalam..kok sepi ? Mana yang jualan..? Tidak ada seorangpun yang tampak. Yang terdengar hanya tangisan bayi disuatu ruangan didalam rumah makan itu.

Setelah meneriakkan “permisi” “spada” “asamualaikum” berkali-kali akhirnya munculan seorang ibu dengan bayi yang sedang menangis digendongannya.
“Maaf, sedang gak ada orang”, sapanya ramah dengan penampilan agak awut-awutan.
Mudah ditebak, wanita ini dalam keadaan yang demikian repot. Belum mengurus bayi, apalagi ngurus rumah makan.
“Tapi Ibu jualan gak ?”, tanya Dini.
“Oh jualan..jualan”, jawab Si Ibu.

Menu diberikan dan seperti adegan-adegan dirumah makan manapun –kecuali warteg- diseluruh dunia yakni : menunggu.

Terdengar kelontangan penggorengan dengan bunyi semburan kompor gas dari dalam dapur diiringi suara bayi yang masih menangis. Si Ibu nampak mondar-mandir kebingunan, sebentar kedapur, sebentar menengok bayinya. Kebetulan setiap melintas aku sedang menengok kebelakang. Entah apa yang terjadi didapur, tiba-tiba saja suatu ledakan mengejutkan kami. Dengan cepat api bekobar ke atas merambat naik keatap yang terbuat dari jalinan jerami. Makan empuk Si Jago Merah. Tak sampai lima menit, berhamburan keluarlah tuan rumah dan tamu rumah makan tersebut dengan panik.

Masing-masing mencari ember, centong, mug, gelas, atau apapun benda yang dapat dipakai untuk menampung air. Untunglah kecelakaan ini cepat diketahui oleh para tetangga dan penduduk sekitar. Maka berdatanganlah mereka berduyun-duyun membantu kami, ada yang naik keatap, ada yang menyiram dari bawah. Begitu crowded, bak pasukan Hanoman menyerbu Alengka Pura.

Akhirnya setelah berjuang sekian lama, api berhasil kami padamkan. Dengan perut laper keroncongan, kami terpaksa harus mencari rumah makan lain, sebelum memulai misi utama kami untuk photo prewedding.

Pada saat menjelang maghrib, disaat sunset, kami mendapat kado dari Sang Pencipta, berupa sunset yang luar biasa indah di sini, di Ujung Genteng. [mtaphotography::karena manusia berharga dan mulia]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar